Sektor pertanian di Indonesia khususnya pertanian pangan selama berpuluh-puluh tahun tidak pernah bisa melesat menjadi bidang unggulan secara ekonomis, hanya selalu menjadi objek politis dalam mencapai dan mempertahankan kekuasaan. Potret suram kemiskinan dan penderitaan para petani menjadi bukti nyata bahwa sektor pertanian ini sampai sekarang tidak mampu memberikan prospek yang baik untuk peningkatan kesejahteraan para pelaku langsungnya yaitu para petani.
Pertanian khususnya pertanian pangan menjadi sektor yang sangat strategis dalam membangun kekuatan dan keutuhan suatu bangsa, sebagai contoh kehancuran Uni Sovyet salah satunya diakibatkan karena negara union tersebut tidak memiliki basis kemandirian pangan. Bangsa yang tidak memiliki kemandirian pangan ditambah dengan merajalelanya kebodohan menyebabkan rakyatnya yang lapar akan sangat mudah di kendalikan dan dipengaruhi untuk melakukan perbuatan apa saja yang dirancang oleh pihak-pihak tertentu yang menginginkan kelemahan atau bahkan kehancuran bangsa tersebut.
Sektor pertanian dan turunannya (perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan) dan sektor kelautan merupakan keunggulan komparatif bangsa Indonesia yang sustainable/berkelanjutan/berketahanan dan seharusnya bisa jauh lebih baik daripada bangsa lain dengan berbekal rahmat karunia Sang Mang Pencipta berupa kesuburan tanah, iklim yang hanya mengenal 2 musim serta luasnya lautan. Kenyataan yang ada justru sangat ironis karena golongan petani dan nelayan-lah yang justru merupakan bagian terbesar dari rakyat miskin Indonesia, padahal dapat dibayangkan bila kedua sektor ini dikelola dengan arah yang benar maka Indonesia dapat menjadi bangsa besar yang kuat dan makmur dengan basis kemakmuran dan kesejahteraan para petani dan nelayan yang merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Tentu saja kebesaran, kekuatan dan kemakmuran Indonesia bisa jadi tidak dikehendaki beberapa pihak baik dari luar maupun dari dalam negeri sendiri yang masih menginginkan untuk dapat terus mengendalikan rakyat Indonesia yang jumlahnya sedemikian besar secara lebih mudah dengan terpeliharanya kemiskinan dan kebodohan dari sebagian besar rakyat ini.
Sektor pertanian dan kelautan selama ini terkondisikan sebagai sektor yang identik dengan kebodohan, kemiskinan dan berderet label penderitaan lainnya sehingga lambat laun sekolah yang berbasis pertanian dan kelautan pun kosong ditinggalkan peminatnya bahkan para lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang berbasiskan pertanian pun enggan berkecimpung di sektor pertanian secara langsung, hanya sekedar mengambil bagian sebagai pengamat, pemerhati, analis atau birokrat bidang pertanian saja untuk kepentingan mendapatkan penghidupan pribadi dan keluarganya saja. Keengganan mengelola sektor pertanian ini juga menjadi hal yang sangat biasa di kalangan petani sendiri, mereka melakukannya lebih karena sebagai suatu keterpaksaan karena akses untuk lapangan kerja lain tidak mereka miliki atau hanya karena terpaksa meneruskan pekerjaan orang tuanya untuk mengelola sawah yang terlanjur mereka miliki secara turun menurun, sangatlah jarang sekali petani yang mengharapkan keturunannya menjadi petani penerus mereka. Para petani lebih rela memilih untuk menjual sawahnya agar bisa membiayai sekolah anaknya sekedar hanya untuk mendapatkan gelar akademis sebagai suatu kebanggaan, yang bisa jadi gelar yang nanti diperoleh pun tidak memberikan produktifitas apa-apa atau menjual sawahnya untuk biaya anaknya masuk kerja di industri yang bisa jadi hanya bertahan 1 atau 2 tahun saja di pekerjaannya tersebut untuk kemudian kembali menganggur bahkan menjual sawah untuk biaya kerja anak atau istrinya ke luar negeri yang dikemudian hari bisa jadi mendapatkan penghinaan dan penyiksaan dari bangsa lain.
Untuk turut serta sedikit ambil bagian dalam upaya memposisikan pertanian menjadi sektor unggulan bangsa ini, Ganesha Organic SRI (GO SRI)/Ganesha Entrepreneur Corporation (GEC) sedang dan insya Allah semoga diberi kekuatan dan kesabaran akan terus secara konsisten melakukan langkah-langkah perombakan mendasar berikut ini :
- Mengaplikasikan dan mengkampanyekan sistem pertanian organik secara mutlak/total/kaaffah untuk terjaga dan lestarinya alam lingkungan agar berkelanjutan serta melepaskan ketergantungan dari pihak luar terhadap material pertanian sehingga tercapai sistem pertanian yang mandiri. Sistem pertanian organik harus diartikan secara menyeluruh bukan hanya sekedar mengalihkan sistem pemupukan/pengobatan dengan bahan kimia buatan kepada bahan alami.
Upaya yang sudah dan insya Allah akan terus dilaksanakan adalah mengelola lahan persawahan di berbagai tempat bekerjasama dengan berbagai pihak sebagai lahan produksi yang juga dimaksudkan sebagai demo plot yang merupakan bagian dari kampanye aplikasi pertanian organik agar dapat dilihat, dinilai dan diikuti oleh para petani. Pengelolaan demo plot ini juga ditargetkan untuk mencapai keuntungan secara ekonomis agar menjadi sektor yang menguntungkan bagi seluruh komponen yang terlibat dan menjadi daya tarik utama bagi para petani untuk mengikuti pola ini, namun pada kenyataannya tentu saja terutama untuk tahap-tahap awal pengelolaan di suatu daerah/wilayah hasil yang diperoleh tidak selalu sesuai dengan harapan.
Pada banyak kasus memang terjadi peningkatan produktifitas yang cukup signifikan di bandingkan produktifitas sebelumnya, namun juga bisa terjadi produktifitasnya tetap, atau produktifitasnya turun bahkan terjadi kegagalan panen (puso) karena satu dan lain hal seperti serangan hama yang cukup hebat, dukungan tenaga kerja lokal yang sangat minim, kerusakan lingkungan yang sudah parah atau hal lainnya. Oleh karenanya dalam pengelolaan lahan ini memang diperlukan kesamaan semangat, visi dan misi dari seluruh komponen yang terlibat yaitu pengelolaannya tidak hanya sekedar didasarkan kepada kepentingan bisnis jangka pendek semata yang dinilai secara sempit misalnya hanya berdasarkan hasil pengelolaan dalam satu musim tanam saja.
Keuntungan secara bisnis dari pengelolaan lahan secara organik oleh GO SRI ini adalah salah satu target utama namun ada beberapa target lainnya yang sebetulnya lebih bermakna bagi kemajuan masyarakat petani. Kendati demikian tentu saja keuntungan secara ekonomis lebih cepat lebih baik untuk dicapai agar semua yang terlibat dalam sistem pertanian yang pro rakyat ini dapat dengan mantap berkata: lanjutkan, karena tujuan akhir dari sektor pertanian organik ini adalah mencapai kesejahteraan masyarakat petani.
- Mereformasi petani saat ini baik dengan perbaikan maupun dengan penggantian oleh generasi 'Petani Kontemporer' yang ulet, tangguh, cerdas, kreatif dan mandiri. Jalan yang ditempuh oleh GO SRI/GEC saat ini diantaranya adalah dengan merekrut para pemuda dari berbagai latar belakang pendidikan yang memiliki idealisme tinggi untuk turut serta mendorong terciptanya kemajuan sektor pertanian ini sebagai tenaga pendamping pertanian di berbagai lokasi area garapan GO SRI/GEC. Tugas para pendamping ini selain mengawasi dan mengelola area produksi yang berfungsi juga sebagai demplot adalah untuk berbaur dengan masyarakat setempat sehingga dapat menularkan dan menyisipkan ide-ide perubahan paradigma dalam pertanian ini.
Syarat mutlak yang harus dipenuhi para pendamping ini adalah sekurang-kurangnya mampu melaksanakan teknis pekerjaan utama yang umumnya dikuasai petani seperti mencangkul, menanam, menyemprot (pupuk organik cair atau pestisida organik cair) dan melakukan penyiangan mekanis. Mereka harus selalu turut terlibat secara langsung dalam mengerjakan pekerjaan tersebut setidaknya selama satu atau dua jam atau lebih dari itu bersama-sama dengan petani/buruh tani agar mereka dapat diterima oleh para petani sebagai bagian dari komunitas mereka bukan sebagai mandor dari kota.
Tugas ini memang jauh lebih berat daripada petugas PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) atau THL (Tenaga Harian Lepas Pertanian) yang biasanya necis berpakaian seragam dan seringkali kedatangannya dibekali berbagai macam merk bibit, pupuk dan obat-obatan yang akan 'disosialisasikan' untuk disarankan agar 'dipakai' oleh petani dengan hasil para petani menjadi terbiasa ingin serba instan dan mudah dalam bertani tanpa perlu banyak berfikir dan bekerja atau bahasa lainnya adalah pemupukan kemalasan dikalangan petani.
Jalan lain yang sedang ditempuh adalah dengan membuka Program Pendidikan Diploma I Agribisnis dengan tujuan melahirkan petani-petani generasi baru fresh from the college yang langsung terjun meneruskan program yang sudah dilaksanakan selama di sekolah. Perkuliahan hanya diisi oleh 30% teori selebihnya yaitu 70% adalah praktek langsung dengan melakukan produksi sehingga kedepannya diharapkan program diploma ini dapat terlaksana dengan 'nol rupiah uang kuliah' yang dapat diikuti oleh para pemuda yang memiliki minat, semangat dan potensi di bidang pertanian tetapi tidak memiliki dana untuk biaya sekolah. Dengan demikian untuk kedepannya biaya penyelengaraan pendidikan diproyeksikan untuk diperoleh dari hasil produksi lahan garapan para mahasiswanya sendiri.
Para lulusan terbaik akan dibekali dengan pinjaman bergulir untuk menyewa lahan dan membiayai pengelolaan lahan disebar di daerah-daerah yang disarankan oleh manajemen sekolah untuk menjadi pionir agen perubahan sistem pertanian Indonesia dengan menularkan ilmu, semangat dan idealismenya kepada para petani disekitarnya sebagai target antara dengan target utamanya adalah agar para pemuda anak petani dilingkungan tersebut dengan dukungan penuh para orangtuanya dapat mengikuti jejak dan langkah para pionir agen perubahan ini. Untuk mendapatkan output lulusan program pendidikan yang demikian diperlukan staf pengajar/mentor yang seluruhnya berasal dari kalangan praktisi yaitu para pelaku langsung pertanian itu sendiri atau para petani kecuali untuk kuliah agama dan bahasa Inggris.
Sebenarnya masih ada satu langkah strategis lain untuk meneruskan kedua langkah tersebut yang belum perlu dikemukakan sekarang ini sampai kedua langkah di atas benar-benar dapat terealisasi sesuai dengan yang diharapkan. Tentu masih cukup panjang nan berliku perjalanan yang harus ditempuh untuk terus menapaki langkah-langkah ini yang memang dirasakan sangat melelahkan, banyak rintangan serta memerlukan banyak energi dan biaya namun sangat menyenangkan saat membayangkan potret cerah pertanian negeri ini dimasa yang akan datang dengan semangat para petani kontemporer-nya.
Bravo pertanian Indonesia !
Source : Utju Suiatna (Ganesha Organic SRI – GEC)
0 comments:
Post a Comment